Thursday, November 6, 2008

HENDY SETIONO: Berkibar Lewat Kebab Turki


Hendy Setiono adalah model pengusaha muda kreatif yang berhasil dengan sederet penghargaan yang telah ia terima di usianya yang baru seperempat abad. Mengelola usaha dengan omzet Rp 4 miliar per bulan dalam usia tersebut mungkin sulit dalam bayangan banyak orang, apalagi jika dilakukan dengan usaha sendiri dan penuh risiko.

Tapi, inilah kisah yang dilakoni oleh seorang pengusaha muda. Kemungkinan anda berhasil lebih besar saat kekuatan dan kreatifitas anda sedang berada di puncak, tentunya tak lepas dengan keberuntungan yang didukung kerja keras, serta, yang tak boleh dilupakan, kebijakan mengelola mimpi.

Soal keberanian mengambil risiko dan dukungan penuh dari keluarga,juga tak lepas dari cerita Hendy. Hal ini juga tak lepas dari keyakinan bahwa usaha yang dilakukan akan berhasil. Tanpa itu semua, rasanya cerita ini akan kembali menjadi mimpi.

Dialah Hendy Setiono, pemilik waralaba “Kebab Turki Babarafi”. Hanya dalam tempo lima tahun dia menjalani metamorfosis menjadi pengusaha sukses. Usianya baru 25 tahun. Tapi dia telah memiliki 325 gerai yang tersebar di 50 kota, dari Aceh sampai Ambon. “Semuanya berawal dari impian,” katanya dalam bincang-bincang dengan Tempo pekan lalu di Jakarta.

Untuk mencapai prestasi itu, dia memang berkelahi dengan waktu, bertarung dengan risiko. Dia memilih drop out dari tempat kuliahnya, Institut Teknologi Surabaya (ITS), dan berjuang membangun bisnisnya.

Kiprah Hendy menggeluti bisnis roti burger ala Timur Tengah ini bermula pada 2003. Ketika itu Hendy menyambangi sang ayah, yang bekerja di perusahaan minyak di Qatar. Kedai kebab di kota itu begitu menjamur, laiknya pedagang bakso di sini. “Penasaran, saya coba. Ternyata rasanya memang enak,” kata Hendy, yang penggemar wisata kuliner.

Kembali dari Qatar, Hendy terdorong menjajal peruntungan. Dia ingin berjualan kebab di Surabaya. Modalnya Rp 4 juta, itu pun pinjaman dari teman dekat dan kerabatnya. Hendy berjualan di halaman kampus tempatnya kuliah, yakni di Fakultas Teknik Informatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Tak mau setengah hati, Hendy nekat berhenti kuliah. Padahal sudah empat semester ia lalui di kampus top di Surabaya ini. “Saat itu kuliah saya tidak bisa menghasilkan kinerja yang terbaik,” katanya, “Jadi saya putuskan berbisnis saja.”

Orang tuanya, Bambang Sudiono dan Endah Setijowati, kalang-kabut. Mereka menentang keputusan kontroversial ini. Idaman mereka, sang putra lulus kuliah lalu bekerja di perusahaan asing atau menjadi pegawai negeri sipil.

Hendy bergeming. Keputusannya sudah bulat. “Saya yakin, tanpa gelar akademis, dunia tak harus berhenti berputar,” katanya. Asalkan mau berusaha dan bekerja keras, katanya, kesuksesan dan kesejahteraan tetap bisa diraih. Dia merujuk para idolanya, Bill Gates (pendiri Microsoft Corp. dan orang terkaya kedua di dunia), Bob Sadino (pengusaha nasional), dan Purdie E. Chandra (pemilik lembaga pendidikan Primagama), yang bisa sukses tanpa harus bergelar sarjana atau master.

Bersama Nilamsari, istri yang baru dinikahinya selama setahun, dia memilih menjual kebab secara kecil-kecilan. Agar menarik, produknya diberi nama “Kebab Turki Babarafi”. Nama Rafi diambil dari nama anak sulungnya bernama Rafi Darmawan. Adapun Baba berarti ayah dalam bahasa Arab, sehingga Babarafi berarti ayah Rafi.

Dengan bantuan satu orang karyawan, pria yang gemar naik sepeda ini mulai merintis jalan. Gerobak dorong warna kuning dibuatnya sendiri. Dia mangkal di daerah Nginden Semolo, Surabaya, tak jauh dari tempat tinggalnya.

Rupanya, berdagang kebab ternyata sulit. Tak seindah impian. Baru seminggu berjualan, karyawannya yang cuma seorang sakit dan tidak dapat bekerja. Terpaksa Hendy menjajakan sendiri dagangannya. Nahas, saat itu hujan deras. Dia cuma bisa mendapatkan uang Rp 30 ribu. Padahal modalnya Rp 50 ribu. “Bukan untung, malah buntung,” ujarnya.

Apes tak cuma sekali. Pernah suatu ketika uang hasil dagangan yang tak seberapa raib dibawa karyawan pengganti. Namun, arek Suroboyo ini pantang menyerah. Jatuh-bangun bersama sang istri terus dilakoni. Dagang roti kebab jalan terus.

Kesabaran dan kerja keras Hendy mulai menampakkan titik terang. Lambat-laun dagangannya mulai menggaet pelanggan. Kebab Turki Babarafi semakin dikenal di Kota Pahlawan. Omzetnya terus menanjak, dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah per bulan.

Berbekal ilmu manajemen dan pemasaran yang ditimba dari berbagai seminar, Hendy melompat ke jalur cepat. Pada 2004, Kebab Turki Babarafi ditawarkan dalam bentuk waralaba.

Aha, peminatnya luar biasa. Tawaran waralaba disambut pengusaha dari Surabaya dan kota-kota lain. Bisnis Hendy pun berkibar. Hanya dalam kurun empat tahun, 100 gerai Kebab Turki Babarafi sudah tersebar di 16 kota di Indonesia.

Bentuk usaha pun sudah berubah menjadi PT Baba Rafi Indonesia. Pada 2008 ini jumlah gerai telah bertambah menjadi 325 di 50 kota. Total jumlah karyawan Baba Rafi ada 700 orang. Omzetnya melambung menjadi Rp 4 miliar per bulan.

Tak hanya dalam negeri, ayah tiga orang anak ini berencana merambah Malaysia. Di bawah bendera PT Baba Rafi SDN Bhd., katanya, Kebab Turki Babarafi akan mengawali bisnis di Johor Bahru bulan depan. Di negeri jiran ini akan dibuka 25 gerai. Nantinya, Hendy juga akan menjajal bisnis serupa di Vietnam, Thailand, Burma, dan Singapura.

Hendy juga menggelar jurus diversifikasi produk. Tahun lalu dia mengakuisisi produsen roti cane, Roti Maryam Aba Abi. Kini jumlah gerai roti ini sudah mencapai 40 gerai. Dia juga telah bermitra dengan Bob Sadino berbisnis pengelolaan daging.

Sukses Hendy membangun usaha dari kecil hingga menjadi besar telah diakui berbagai kalangan. Majalah Tempo pada 2006, misalnya, memilih Hendy sebagai satu dari 10 tokoh yang mengubah Indonesia. Majalah Business Week International juga menobatkan Hendy sebagai “Asia’s Best Entrepreneur Under 25″. Tahun lalu Hendy menyabet gelar “Terbaik I Wirausaha Muda Mandiri 2007″ dalam perhelatan yang digelar Bank Mandiri. Ezther Lastania

Prinsip Bisnis LETAM

Hendy punya moto LETAM, ini kebalikan dari METAL.

L - Lihat peluang yang ada. E - Evaluasi peluang itu. T - Tirukan cara yang mungkin dapat diadopsi. A - Amati caranya dan lakukan. M - Modifikasi cara yang telah dipilih itu.

No comments: